Saat Partai Demokrat pertama kali disosialisasikan di Hotel Hilton pertengahan 2001, tokoh yang diundang berjumlah 200 orang. Sutan bertindak sebagai moderator. Ketuanya Prof. Dr. Subur Budhisantoso dan Sekretaris Prof. Dr. Irzan Tanjung. Mereka yang bersedia bergabung hanya 10 persen.
"Alhamdulillh yang mau ikut dan bergabung cuma 20 orang. Itu pun dengan maki-maki bahwa mereka harus ketemu dulu SBY. Mereka belum yakin bahwa SBY ada di balik Partai Demokrat. Mereka masih ragu, jangan-jangan ini hanya bualan Sutan," kenang Sutan, pahit.
SBY memang menjadi daya pikat Partai Demokrat. Bila sejak awal tidak menyebut SBY, Sutan yakin tidak ada satu orang pun yang tertarik dengan partainya. Dengan berbagai dalih mereka ini kemudian dijanjikan akan diketemukan dengan SBY. Tetapi karena janji itu tingggal janji, banyak dari mereka yang kecewa dan beberapa di antaranya mundur teratur.
"Banyak yang keluar lagi dari partai. Termasuk Gayus Lumbuun yang kemudian masuk PDIP," kata Sutan.
Yang membuat Sutan hingga kini merasa diaduk-aduk antara sedih, getir dan gembira adalah saat ketika dikejar-kejar utang. Partai didirikan pada 2000 dan dideklarasikan pada 9 September 2001. Pendeklarasian dirancang meriah karena ingin menunjukkan kepada publik bahwa Partai Demokrat sudah berdiri di seluruh provinsi.
Maka disusunlah kepanitiaan untuk perhelatan akbar itu. Sutan didapuk sebagai ketua panitia. Acara digelar di Jakarta Convention Center (JCC). Tokoh-tokoh masyarakat diundang. SBY pun diundang bukan sebagai pribadi melainkan sebagai Menko Polhukam. Karena SBY juga hadir dalam sejumlah acara partai lainnya.
Untuk perhelatan akbar itu dibutuhkan dana Rp 750 juta. Ditambah lagi untuk transport peserta dari daerah yang juga dianggarkan Rp 750 juta. Total dana yang terkumpul RRp 1,5 miliar. Dana itu masih di awang-awang karena masih berupa janji atau komitmen dari sejumlah donatur.
"Saya dan Vence terus mencari donator. Ada yang mau menyumbang Rp 50 juta ada yang Rp 60 juta bahkan ada yang Rp 1 miliar. Tapi dengan syarat SBY datang pada malam itu. Bila SBY datang esoknya duit itu akan cair," kata Sutan.
Deklarasi sudah setengah berjalan, berbagai pertunjukan musik dan juga tari daerah sudah hampir rampung. Sejumlah tokoh beberapa kali menelepon Sutan untuk mengkonfirmasi keberadaan SBY. Sutan yang ditelepon sempat gugup tapi berusaha tenang sambil mencoba meyakinkan bahwa SBY masih dalam perjalanan.
Di belakang panggung, Sutan tak kalah ciut. Sutan sangat khawatir SBY tidak datang. Dan kekahawatiran itu benar-benar terjadi. Sutan mendapat jawaban bahwa SBY tidak bisa hadir karena sampai jam dua dinihari masih rapat di Istana membahas tindak lanjut setelah sehari sebelumnya terjadi Bom Bali I.
"Dalam pikiran saya sudah terbayang para donator tidak akan mencairkan duitnya. Sementara penari, pengiring musik, penyanyi dan gedung harus dibayar" kata Sutan. "Acara sebenarnya berlangsung suskses dan meriah. Ada penyanyi pembuka, diselngi berbagai macam acara digelar untuk menunjukkan bahwa Demokrat menganut prinsip nasional religius serta menunjukkan persatuan Indonesia dari Tanah Aceh hingga Papua," katanya.
Menjelang acara usai, Sutan yang sangat panik mendekati Vence. Kondisinya sama, Vence pun sama dalam keadaan tegang karena tidak ada koleganya yang mau bayar. Padahal semua pengisi acara harus dibayar lunas setelah acara selesai.
"Saya benar-benar disandera di JCC sebagai jaminan. Istri sangat panik. Saja janjikan akan dibayar di Hotel Indonesia. Mereka datang semua ke Hotel Indonesia dan dibayar sebagian. Mereka tetap menyandera saya dan istri. Saya tidak bisa berkutik sementara panitia yang lain sudah enak melenggang bahkan sudah ada yang santai di rumahnya. Mereka lepas tangan bahkan mungkin mereka mentertawakan saya," Sutan mengingat kejadian pahit itu.
Berkat aksi lihai sang sopir, Sutan dan isttri tengah malam bisa diselundupkan untuk meninggal Hotel Indonesia. Mereka heboh dan berusaha mencari Sutan. "Saya dapat laporan dari teman yang terpaksa baru pulang pagi. Mereka tidak tahu bahwa yang mengatur soal uang dan kontrak adalah Pak Vence," kata Sutan.
Sutan melarikan diri dari Hotel Indonesia bukan melepas tangggung jawab tetapi karena kelelahan. Tak ada gunanya juga tetap di Hotel Indonesia karena duitnya memang tidak ada. Donator tak mau membayar janjinya. Esoknya Sutan segera bertindak untuk mencari duit. Sutan hanya ingin nama baik partainya tidak rusak. "Dihitung-hitung ada sekitar Rp 300 juta yang belum dibayar," ujarnya.
Setelah berkonsultasi dengan istri, Sutan pun terpaksa melego Mercy--nya. Satu per satu masalah dapat diselesaikan. Sutan tidak kapok. Prinsipnya, setelah berjalan pantang menengok ke belakang. Upaya melobi dan juga membujuk SBY untuk tampil dalam acara Demokrat tidak pernah surut. Setelah dua tahun, tepatnya April 2003 SBY pun baru tampil di acara Demokrat.
"Upaya ini dilakukan untuk kembali memupuk kepercayaan mereka yang tergabung ke dalam Demokrat. Sebab di antara mereka tetap sanksi apakah SBY itu itu cuma bayang-bayang atau memang kenyataan," ujarnya. "Teman-teman sudah tidak percaya lagi. Kami dianggap membual. Mereka anggapannya Demokrat hanya menjual nama SBY."
SBY tampil pada saat Rapimnas Demokrat. Mereka sangat antusias dan berfoto bersama untuk dibawa pulang sebagai bukti bahwa di Demokrat itu benar ada sosok SBY. Sejak saat itu perjuangan kader Demokrat tambah tinggi dan semakin militan.
Hingga akhirnya 2004 SBY diipecat Presiden Megawati Sukarnoputri dari jabatannnya sebagai Menko Polhukam.SBY pun semakin aktif mengikuti kegiatan partai termasuk berkampanye.
Kendati SBY pernah datang dalam Rapimnas di Bogor dan Pelatihan Kader Demokrat Tingkat Nasional ternyata bagi sebagian tetap belum meyakinkan. Mereka ada yang keluar dan ada yang mendirikan partai tandingan seperti Bambang W. Soeharto yang mendirikan Partai Demokrat Bersatu. "Bambang mengklaim, SBY berada di belakang partainya," kata Sutan.
0 comments:
Post a Comment