Wednesday, December 13, 2017

AM Fatwa, Sang Ikon Perlawanan itu telah berpulang

 
Catatan : Ilham Bintang*

“Innalillahi wa inna ilahi rojiun. Telah meninggal dunia ayahanda AM Fatwa pukul 6.25am di rumah sakit MMC dalam usia 78 tahun. Mohon dibukakan pintu maaf dan mudah2an ayah mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt.

Jenazah akan disholatkan di rumah duka Jalan Condet Pejaten no 11, belakang Republika dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata ba’da dhuhur.”

Firasat

Berita duka dari sahabat Dian Islamiati Fatwa, puteri Pak Fatwa masuk Kamis (14/12 pagi di WA saya, setengah jam lalu. Meskipun dirawat di RS beberapa hari belakangan ini tapi saya tak menyangka jika ayah 5 anak itu  pergi secepat ini. Dua hari lalu saya masih sempat menyimak wawancaranya di televisi.
Dian Islamiati adalah sahabat seprofessi di dunia wartawan. Ia pernah berkarir di RCTI. Namun sejak sepuluh tahun terakhir menetap di Melbourne Australia mulai sejak kuliah program strata dua dan kemudian bekerja di negeri Kangguru itu.

Awal tahun saya jumpa dengan Dian Islamiati Fatwa di Melbourne. Dia bercerita, ayahnya memanggil dia pulang ke tanah air.

Pak Fatwa curhat kepada puterinya. Sewaktu ibunya meninggal, Dian tidak berada di tanah air. Akibatnya, ketika balik ke Jakarta, Dian hanya bisa berziarah ke nisan ibunda tercinta.

Pak Fatwa mengingatkan Dian jangan sampai kejadian itu terulang lagi. Selain sudah merasa sudah sepuh, Pak Fatwa mengakui kesehatannya belakangan agak menurun.

“Saya sudah ajukan pengunduran diri  di kantor. Insya Allah Agustus saya balik, Bang,” kata Dian.
Bulan lalu saya melihat di status FBnya, Dian sudah kembali di Jakarta. Selang beberapa hari kemudian statusnya menggambarkan mendampingi Pak Fatwa yang tengah dirawat di RS. Saya belum sempat membesoek orang tua baik hati ini ketika Dian mengabarkan ayahanda Fatwa telah berpulang ke Rachmatullah.

Pak Fatwa rupanya sudah punya firasat ketika memanggil Dian pulang. Alhamdulillah Dian pun memenuhi permintaan ayahnya dan berada tak jauh dari Pak Fatwa ketika beliau dipanggil menghadap Ilahi Rabbi. Semoga almarhum Husnul Khotimah. Semua dosanya diampuni. Semua amal ibadahnya dibalas pahala berlimpah oleh Allah SWT. Keluarga yang ditinggalkan pun diberi ketabahan dan kekuatan menghadapi kepergian Pak Fatwa. Amin, YRA.

Ikon Perlawanan

AM Fatwa telah menjadi ikon perlawanan dan sikap kritis terhadap rezim otoriter Orde Lama dan Orde Baru. Itulah sebabnya sejak muda ia sudah mengalami teror dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh intel-intel kedua rezim otoriter tersebut, hingga keluar masuk rumah sakit dan penjara.

Terakhir ia dihukum penjara 18 tahun (dijalani efektif 9 tahun lalu dapat amnesti) dari tuntutan seumur hidup, karena kasus Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 dan khutbah-khutbah politiknya yang kritis terhadap Orde Baru.

Jika diakumulasi, ia menghabiskan waktu selama 12 tahun di balik jeruji besi. Atas segala penyiksaan yang dialami, ia merupakan satu-satunya warga negara yang pernah menuntut Pangkobkamtib di pengadilan.

Meski berstatus narapidana bebas bersyarat (1993-1999) dan menjadi staf khusus Menteri Agama Tarmizi Taher dan Quraish Shihab, mantan Sekretaris Kelompok Kerja Petisi 50 itu bersama Amien Rais menggulirkan gerakan reformasi, hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998.

AM Fatwa pernah menjabat beberapa jabatan struktural dan jabatan semi official pada Pemda DKI Jakarta dan Staff Khusus Gubernur Ali Sadikin di bidang politik dan agama. Deklarator sekaligus ketua DPP PAN periode 1998-2005 ini pernah menjabat Wakil ketua DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR RI (2004-2009), Anggota DPD RI/MPR RI (2009-2014).

Saat ini ia menjawab sebagai wakil ketua MPP PAN (2005-sekarang) dan Ketua Badan Kehormatan DPD RI (2012-2014). Pada tanggal 14 Agustus 2008 ia dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara. Dan pada tanggal 29 Januari 2009 ia memperoleh Award Pejuang Anti Kezaliman dari Pemerintah Republik Islam Iran yang disampaikan oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad di Teheran bersama beberapa tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari sembilan negara.



Mengutip Wiki Pedia, kepiawaian  dalam berdiplomasi membuat AM Fatwa beberapa kali dipercaya memimpin delegasi ke sejumlah negara asing, seperti memulihkan hubungan diplomatik dengan China, merintis dibukanya kedutaan RI di Tripoli Libya, serta menjadi kordinator group kerjasama bilateral parlemen RI dan Portugal.

Dari buah pikirannya telah lahir tidak kurang dari 24 buku, yaitu: Dulu Demi Reformasi, Kini Demi Pembangunan (1985), Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama Diadili (1986, 2000), Saya Menghayati dan Mengamalkan pancasila Justru Saya Seorang Muslim (1994), Islam dan Negara (1955), Menggugat dari Balik Penjara (1999), Dari Mimbar ke Penjara (1999), Satu Islam Multipartai (2000), Demokrasi Teistis (2001), Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa (2003), PAN Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa (2003), Dari Cipinang ke Senayan (2003), Catatan dari Senayan (2004), Problem Kemiskinan, Zakat sebagai Solusi Alternatif (bersama Djamal Doa dan Aries Mufti, 2004), PAN Menyongsong Era Baru, Keharusan Reorientasi (2005), Pengadilan Ad Hoc HAM Tanjung Priok: Pengungkapan Kebenaran untuk Rekonsiliasi Nasional (2005), Menghadirkan Moderatisme Melawan Terorisme (2006-2007), Satu Dasawarsa Reformasi Antara Harapan dan Kenyataan (2008), Grand Design Penguatan DPD RI: Potret Konstitusi Pasca Amendemen UUD 1945 (2009), Pendidikan Politik Bernegara dengan Landasan Moral dan Etika (2009). Pancasila Karya Bersama Milik Bangsa Bukan Hak Paten Suatu Golongan (2010). Transisi Demokrasi di Atas Hamparan Korupsi: Buah Pikir Reflektif Atas Carut Marut Reformasi (2013). Meretas Jalan Membentuk Karakter (2013).

Penghargaan Muri

Atas kreatifitas dan produktifitasnya menulis buku, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberinya penghargaan sebagai anggota parlemen paling produktif menulis buku, selain penghargaan atas pledoi terpanjang yang ditulisnya di penjara masa Orde Baru. Atas pemikiran dan pengabdiannya pada masyarakat, khususnya di bidang pendidikan luar sekolah, AM Fatwa dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 16 Juni 2009.

AM Fatwa juga merintis berdirinya beberapa lembaga pendidikan seperti Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP/Jakarta Islamic School), Yayasan Ki Bagus Hadikusumo, Yayasan Putra Fatahillah dengan sekolah Tinggi Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara, dan kini juga Ketua Pembina Yayasan Asrama Pelajar Islam YAPI yang didirikan Wakil Perdana Menteri Prawoto Mangkusasmito pada tahun 1952. ***

*Penulis adalah jurnalis senior yang berdomisili di Jakarta.

AM Fatwa, Sang Ikon Perlawanan itu telah berpulang Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Ahadi muslih

0 comments:

Post a Comment