Profil Pengusaha Nathalia Napitupulu dan Janet Dana
Berbisnis bareng sahabat emang asik. Inilah kisah Nathalia Napitupulu dan Janet Dana. Keduanya sepakat buat berbisnis bersama membangun brand fashion. Mereka adalah pemilik brand butik Gaudi sejak 2004. Mulai perencanaan desain, pemilihan bahan, serta melayani pelanggan dimulai dari keduanya sendiri.
Hingga sekarang nama Gaudi sudah terkenal. Bagi penikmat fasion, terutama wanita aktif di Jakarta sudah tidak asing buat nama Gaudi.
Inspirasi internasional
Bukan rahasia fasion asing menjadi inspirasi pengusaha muda ini. Namun tidak disangkal pemahaman mereka mengenai Indonesia lebih baik. Istilahnya semua yang berbau asing belum tentu cocok. Mereka membidik masuk diantara brand lokal dan internasional. Hingga kini mereka sudah memiliki 29 gerai Gaudi tersebar.
Ada celah fasion ketika keduanya memilih berbisnis. Mereka menciptakan keluwesan, gaya stylish, namun harga terjangkau. Dua pengusaha muda ini lantas memberi namanya Gaudi.
Natha sendiri sudah akrab dengan garmen. Ia sempat terjun di bisnis garmen. Melalui usaha dijalankan sang ayah. Nathalia membantunya berjualan pakaian grosir. Ketika produk- produk asing mulai bercokol di pusat perbelanjaan, maka keduanya masih bukanlah siapa- siapa.
Natha dan Janet kemudian meminjam uang ke orang tua. Keduanya sepakat membangun gerai busana. Yang mereka beri nama Gaudi -merujuk nama arsitektur dunia-, yang mana pertama kali ada di Plasa Semanggi, Jakarta, pada 2004 -an. Cuma berdua mengerjakan gerai mereka sendiri semuanya!
Mereka mengincar wanita remaja dan pekerja muda. Dari formal hingga santai dikerjakan Gaudi, dimana dari mendesain baju, memilih bahan, menentukan konveksi, dikerjakan mereka. Tidak cuma itu juga mereka mendekorasi gerai mereka sendiri. Dua kepala bersama ikutan terjun mengurusi semua soal pelayanan pula.
Akhirnya mereka memiliki pegawai sendiri, yakni ada empat orang di bagian produksi dan seorang penjaga gerai. Respon masyarakat terhadap produk Gaudi bagus. Lebih bagus lagi karena Janet membekali pegawai aneka pengetahuan fasion. Tujuannya agar mereka juga menjadi konsultan fasion kepada pelanggan.
Penjualan Gaudi juga mulai bagus. Kemudian Janet dan Nathan sepakat membuka beberapa gerai lagi di Jakarta. Masuk tahun kedua, Gaudi sudah memiliki tempat di tiga pusat perbelanjaan di Jakarta.
"Justru, pemilik mal yang memburu kami," jelas Janet bersemangat. Pengembangan tidak perlu capai mencari tempat. Karena pihak mal sudah mengakui akan kualitas Gaudi.
Tidak perlu repot mencari tempat baru. Memasuki tahun ketiga mereka sudah membayar utang. Hutang dari kedua orang tua terbayar lunas dari bisnis mereka. Bisnis Gaudi berjalan mengalir layaknya sungai. Mereka makin update soal fasion. Tidak cuma remaja, wanita karir, juga termasuk aksesoris, sampai tas sendiri.
Pertembuhan bisnis mereka membawa nama Gaudi mulai merambah kota lain, seperti Medan, Semarang, Denpasar, Palembang, Makassar, dan Balikpapan. Tidak patah semangat meski persaingan berjualan di mal sangat ketat. Setiap kota pilihan mereka memiliki nilai beli baik.
Harga jualnya antara Rp.88 ribu hingga Rp.250 ribu. Pelanggan juga akan selalu dimanjakan. Keduanya siap menghadirkan 40 item baru setiap bulan. Konsep gerai juga dibuat unik. Gerai didandani menurut tema yang akan dikonsep setiap tiga tahun sekali. Tujuannya agar pelanggan tidak bosan akan kehadiran Gaudi.
Masalah tetap ada meski mereka telah sukses. Suatu ketika mereka pernah memindahkan gerai. Mereka jadi harus mendekor ulang semuanya. Padahal keduanya mengaku tidak pernah telat bayar sewa. Semuanya karena pihal mal tidak mau mendukung. Padahal gerai keduanya selalu ramai didatangi pengunjung selalu.
Walaupun begitu keduanya tetap berusaha. Memastikan bahwa gerai mereka tidak kalah. Dengan brand dari luar negeri yang lebih dahulu bercokol. Natha bercerita bahwa mereka sempat tidak laku. Produknya tidak terjual dan menumpuk ketika awal usaha.
Mereka harus bekerja keras menghabiskan stok. Namun pengalaman tersebut mengajari bagaimana caranya mengatur stok. Kini mereka menyetok buat 26 gerai, berisi 700 item barang setiap produknya. Mereka menggaet konveksi Hong Kong tetapi tidak lupa akan konveksi lokal.
"Sering kali buat warna- warna tertentu belum bisa diproduksi di Indonesia," jelas Natha.
Pengerjaan konveksi Hong Kong juga dikenal rapih. Agar produk tetap berkualitas, sampai sekarang saja Janet memilih bahan sendiri yang dipakai Gaudi. Janet juga ikutan mendesain motif pakaian. Juga termasuk rajin mengganti label pakaian dan tas pembungkus Gaudi.
Mereka mempekerjakan 300 karyawan. Menghasilkan omzet mencapai Rp.50 miliar. Walaupun sudah bisa dibilang sukses. Brand lokal ini masih memiliki ambisi. Mereka ingin menyamakan brand mereka dengan brand luar negeri. Kedua sahabat ini berambisi mengibarkan bendera Gaudi ke kancah internasional.
"Kami mempunyai mimpi seperti Zara," ujar Natha. Target mereka sekarang membuka di Bangkok dan juga Singapura tiga tahun kedepan. Mempelajari bagaimana pasar Singapura yang akan menjadi sasaran pertama. Untuk mendukung mereka juga lahir brand baru yakni Heiress.
Penjualan Gaudi juga mulai bagus. Kemudian Janet dan Nathan sepakat membuka beberapa gerai lagi di Jakarta. Masuk tahun kedua, Gaudi sudah memiliki tempat di tiga pusat perbelanjaan di Jakarta.
"Justru, pemilik mal yang memburu kami," jelas Janet bersemangat. Pengembangan tidak perlu capai mencari tempat. Karena pihak mal sudah mengakui akan kualitas Gaudi.
Tidak perlu repot mencari tempat baru. Memasuki tahun ketiga mereka sudah membayar utang. Hutang dari kedua orang tua terbayar lunas dari bisnis mereka. Bisnis Gaudi berjalan mengalir layaknya sungai. Mereka makin update soal fasion. Tidak cuma remaja, wanita karir, juga termasuk aksesoris, sampai tas sendiri.
Pertembuhan bisnis mereka membawa nama Gaudi mulai merambah kota lain, seperti Medan, Semarang, Denpasar, Palembang, Makassar, dan Balikpapan. Tidak patah semangat meski persaingan berjualan di mal sangat ketat. Setiap kota pilihan mereka memiliki nilai beli baik.
Bisnis update
Harga jualnya antara Rp.88 ribu hingga Rp.250 ribu. Pelanggan juga akan selalu dimanjakan. Keduanya siap menghadirkan 40 item baru setiap bulan. Konsep gerai juga dibuat unik. Gerai didandani menurut tema yang akan dikonsep setiap tiga tahun sekali. Tujuannya agar pelanggan tidak bosan akan kehadiran Gaudi.
Masalah tetap ada meski mereka telah sukses. Suatu ketika mereka pernah memindahkan gerai. Mereka jadi harus mendekor ulang semuanya. Padahal keduanya mengaku tidak pernah telat bayar sewa. Semuanya karena pihal mal tidak mau mendukung. Padahal gerai keduanya selalu ramai didatangi pengunjung selalu.
Walaupun begitu keduanya tetap berusaha. Memastikan bahwa gerai mereka tidak kalah. Dengan brand dari luar negeri yang lebih dahulu bercokol. Natha bercerita bahwa mereka sempat tidak laku. Produknya tidak terjual dan menumpuk ketika awal usaha.
Mereka harus bekerja keras menghabiskan stok. Namun pengalaman tersebut mengajari bagaimana caranya mengatur stok. Kini mereka menyetok buat 26 gerai, berisi 700 item barang setiap produknya. Mereka menggaet konveksi Hong Kong tetapi tidak lupa akan konveksi lokal.
"Sering kali buat warna- warna tertentu belum bisa diproduksi di Indonesia," jelas Natha.
Pengerjaan konveksi Hong Kong juga dikenal rapih. Agar produk tetap berkualitas, sampai sekarang saja Janet memilih bahan sendiri yang dipakai Gaudi. Janet juga ikutan mendesain motif pakaian. Juga termasuk rajin mengganti label pakaian dan tas pembungkus Gaudi.
Mereka mempekerjakan 300 karyawan. Menghasilkan omzet mencapai Rp.50 miliar. Walaupun sudah bisa dibilang sukses. Brand lokal ini masih memiliki ambisi. Mereka ingin menyamakan brand mereka dengan brand luar negeri. Kedua sahabat ini berambisi mengibarkan bendera Gaudi ke kancah internasional.
"Kami mempunyai mimpi seperti Zara," ujar Natha. Target mereka sekarang membuka di Bangkok dan juga Singapura tiga tahun kedepan. Mempelajari bagaimana pasar Singapura yang akan menjadi sasaran pertama. Untuk mendukung mereka juga lahir brand baru yakni Heiress.
0 comments:
Post a Comment