Profil Pengusaha Suminah
Pertama kali berbisnis pelepah pisang bukan sepatu. Namun, Pemprov Bengkulu menyarankan Ibu Suminah untuk mencoba sepatu, saran tersebut ditanggapinya serius. Suminah memang dikenal sebagai pengusaha sejak lama. Waktu itu, awal- awalnya dia mengerjakan aneka kerajinan berbahan pelepah pisang biasa.
Tidak ada spesial hanya aneka gantungan kunci, tas cantik, tempat tisu, atau berbagai aksesoris. Penjualan pun terbatas permintaan masyarakat. Berbisnis terkesan aneh ketika pertama kali masyarakat menanggapi produk miliknya. Apalagi ketika Suminah berencana mengeluarkan produk sepatu, apakah menghasilkan?
Mau diapakan lagi nih pelepas pisang?
"Saya sempat dikatakan orang gila oleh tetangga," celetuk Suminah. Mereka geli melihat ibu dua anak ini tengah mengumpulkan pelepas. Dipotongnya pelepas menjadi seperti kain. Kemudian dijemur sinar matahari di depan rumah. "...buat apa? Seperti tidak ada kerjaan saja."
Suminah memang gemar berkreasi. Cara unik ini ditemukan semasa kecil. Hanya baru ditekuninya menjadi bisnis ketika masuk tahun 1995. Dimulai dengan membuat aneka pernak- pernik kecil. Untuk menambah pendapatan suami, Suwarso, seorang PNS maka Suminah mencoba- coba kembali tetapi lebih serius.
Mulai membuat aneka gantungan kunci, dompet, dan seterusnya. Ia sendiri ketika memulai juga memakai bahan sampah plastik. Kedekatan akan alam lebih mendekatkan dia dengan kerajinan daun. Pelepah pisang disulapnya menjadi usaha menghasilkan meski mesih kecil.
Bisnis besar
Suminah tidak berpuas. Penghasilan berbisnis aksesoris pelepah pisang tidak banyak. Untuk itulah saran dari Pemprov diprosesnya dengan cantik. Bisnis kecil di tahun 2009, masuk tahun 2012, ia mulai mengikuti acara sekolah khusus menganyam sepatu dari Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo.
Tahun 2014, ia mengikuti sekolah kembali dalam hal pecah pola sepatu. Sepatu buatan Suminah mengikuti tren fasion jadi bukan sembarangan. Mencoba menjual, penjualan sepatu pelapah pisang ini awalnya tidak begitu populer hanya kalangan tertentu. Pemesan kebanyak di luar Bengkulu, mulai Gorontalo, Jateng, dan Jakarta.
Pemesan termasuk istri kalangan pejabat, mulai Gubernur dan Bupati. Pemerintah lantas merespon dengan ia dikirim ke ajang pameran di Tingkok. Bahkan dia dikirim ke Ukraina pada 2014 mempromosikan sepatu dari bahan baku pelepah pisang tersebut.
Dicermati dari hasil sepatu karyanya, cukup modislah buat jalan ke mal. Bisa digunakan baik remaja maupun ibu muda.
Beruntung berkat menyasar sepatu saban hari pesanan mencapai 10- 15 buah. Sepatu berbahan batang pisang ini dijualnya seharga Rp.150.000 sampai Rp.250.000. Variasi produk termasuk sepatu batang pisang bermotif batik buserek khas Bengkulu. Masalah pertama dia hadapi berbisnis apalagi kalau bukan modal.
Memakai brand Mega Souvenir bisnisnya melalang ke pasar Eropa. Hanya bahan baku susah buat dibeli tapi bukan soal batang pisang. Sejak awal, Suminah memang sadar Bengkulu tempatnya pelapah pisang. Tetapi buat bahan baku lem, insol, high heel -nya, dan pengkilap maka butuh beli di Pulau Jawa.
Bayangkan bisnis ini dimodali uang Rp.150.000. Kini omzetnya sudah mencapai puluhan juta rupiah. Jika beberapa pengusaha mengeluh, Suminah bersyukur akan bantuan pemerintah daerah karena ikut melahirkan ide. Tinggal masalah modal ekspansi saja dibutuhkan dia dan empat karyawannya.
Butuh waktu pula bagi Suminah menemukan pelepah pisang berkualitas. Layaknya bisnis lain ada namanya bahan baku bermutu dan tidak. Untuk sepatu pelepah pisang dibutuhkan yang bertekstur khusus. Apalagi kadar air dan getahnya tinggi, butuh sentuhan panjang agar pelepah nantinya bisa dianyam.
Wanita kelahiran Nganjuk, 12 Agustus 1968 ini, mengatakan pertama kali berbisnis cukup mengambil dari belakang rumah. Batang pohon pisang berserakan mudah didapat. Berbeda sekarang ketika berbisnis, mata harus jeli agar produk Mega Souvenir semakin berkualitas.
Dimulai sejak ikut pelatihan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bengkulu. Selama dua pekan Suminah telah paham betul tentang kualitas pelepah pisang. Keyakinan akan kualitas produk tetap terjaga, harga yang terjangkau, serta memiliki nilai seni tinggi menjadi landasan bisnis Suminah.
"Saya diajarkan cara membuat sepatu, cara membuat polanya, dan mendesainnya," kenang Suminah. Seperti kami jelaskan diatas banyak orang mengira dia gila. "Terkadang, muncul bisikan menyuruh saya berhenti saja dan perasaan bahwa saya tidak akan berhasil."
Ia membuang jauh perasaan tersebut. Suminah tetap ngotot karena didasari banyak alasan. Jika sebelumnya ia didasari kebutuhan, lambat laun dia mulai berpikir tentang membuka lapangan kerja, juga termasuk cara agar memajukan daerah Bengkulu. Sebisa mungkin dia memanfaatkan kelebihan Bengkulu di produknya.
Pelepah pisang dengan tekstur unik menjadi keunggulan. Butuh proses panjang untuk mendapatkan pelepah kering. "Saya sampai lupa, saking seringnya mencoba," terang Suminah soal berapa kali hingga dia berhasil. Ia mulai memotong, dijemur, direndam, sampai benar- benar kering. "Tapi faktanya masih lembab juga."
"Saya coba terus, sampai dikatakan tetangga tidak waras," ujarnya lagi. Sampai dia menemukan satu formula yang tepat. Cara pengeringan melalui oven menjadi andalan. Pertama kali mendesain dan pola sepatu hanya mengikuti pelatihan belum sekreatif sekarang.
Pemesan pertama datang dari kalangan ibu pejabat. Seiring mengikuti mode produknya mampu masuk ke pasar lebih luas. Semakin banyak pesanan semakin banyak merekrut karyawan. Cerdas ia memberdayakan ibu- ibu sekitar -yang menganggapnya gila dulu. Sebagian besar mereka menjadi pensuplai pelepah pisang.
Ada 10 orang warga ikut berbisnis dengannya mendapatkan penghasilan tambahan. Agar lebih mahir mereka diajak Suminah ke balai pelatihan ke Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo. Meskipun bahan baku masih rumit, masih harus mencari di pulau Jawa, untuk urusan pembuatan dan penyelesaian dilakukan sendiri.
"Saya sama sekali tidak takut bersaing, malah senang membantu orang," jelasnya tidak takut mengajari orang lain.
Sukses Suminah menari perhatian Bank BNI Syariah melirik. Ia pun diangkat menjadi Duta Mutiara Bangsa Berhasanah. Dia menjadi 13 wirausahawan unggulan dari 415 kandidat. Visinya semakin ke arah dimana ia mau menjadikan orang lain berwirausaha.
Sukses Suminah menembus pasar Eropa melalui reseller asal Spanyol. Karena merupakan produk ramah lingkungan maka laris manis. Walau bukan dia langsung memasarkan -dia bersyukur produknya dipakai di Eropa sana. Tidak mau lekas puas, kedatangan seorang bule ke Bengkulu disambutnya menjadi prospek kerja sama.
Ia menargetkan produknya akan masuk pasar Eropa lebih dalam. Agar menguatkan brand maka dia sudah merencanakan mematenkan sepatu pelepah pisang menjadi produk khususnya. Biar lebih mecing dengan pembeli luar negeri, Suminah berencana mengganti nama Mega Souvenir atau agaknya membuat satu nama khusus.
Suwarno, suami Suminah, memang mengakui kegigihan sang istri. Apalagi juga ditambah semangat pantang menyerah dan bekerja keras. Jadia keluarga benar- benar merasakan perbedaan signifikan. Suminah sendiri tidak berubah, tetap menjadi sosok bersyukur karena bisa membantu orang banyak.
"Anak- anak sekolah semua meskipun dia sendiri tidak bersekolah secara layak," ujar Suwarno.
Putra pertama pasangan ini sudah lulus Sarjana dan menjadi pegawai Bank. Putra keduanya tengah sibuk kuliah Sarjana. Dan putra ketiganya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Cita- cita Suminah adalah bisa menyekolahkan mereka kalau perlu sampai jenjang pendidikan S2.
Beruntung berkat menyasar sepatu saban hari pesanan mencapai 10- 15 buah. Sepatu berbahan batang pisang ini dijualnya seharga Rp.150.000 sampai Rp.250.000. Variasi produk termasuk sepatu batang pisang bermotif batik buserek khas Bengkulu. Masalah pertama dia hadapi berbisnis apalagi kalau bukan modal.
Memakai brand Mega Souvenir bisnisnya melalang ke pasar Eropa. Hanya bahan baku susah buat dibeli tapi bukan soal batang pisang. Sejak awal, Suminah memang sadar Bengkulu tempatnya pelapah pisang. Tetapi buat bahan baku lem, insol, high heel -nya, dan pengkilap maka butuh beli di Pulau Jawa.
Bisnis sederhana bikin kaya
Bayangkan bisnis ini dimodali uang Rp.150.000. Kini omzetnya sudah mencapai puluhan juta rupiah. Jika beberapa pengusaha mengeluh, Suminah bersyukur akan bantuan pemerintah daerah karena ikut melahirkan ide. Tinggal masalah modal ekspansi saja dibutuhkan dia dan empat karyawannya.
Butuh waktu pula bagi Suminah menemukan pelepah pisang berkualitas. Layaknya bisnis lain ada namanya bahan baku bermutu dan tidak. Untuk sepatu pelepah pisang dibutuhkan yang bertekstur khusus. Apalagi kadar air dan getahnya tinggi, butuh sentuhan panjang agar pelepah nantinya bisa dianyam.
Wanita kelahiran Nganjuk, 12 Agustus 1968 ini, mengatakan pertama kali berbisnis cukup mengambil dari belakang rumah. Batang pohon pisang berserakan mudah didapat. Berbeda sekarang ketika berbisnis, mata harus jeli agar produk Mega Souvenir semakin berkualitas.
Dimulai sejak ikut pelatihan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bengkulu. Selama dua pekan Suminah telah paham betul tentang kualitas pelepah pisang. Keyakinan akan kualitas produk tetap terjaga, harga yang terjangkau, serta memiliki nilai seni tinggi menjadi landasan bisnis Suminah.
"Saya diajarkan cara membuat sepatu, cara membuat polanya, dan mendesainnya," kenang Suminah. Seperti kami jelaskan diatas banyak orang mengira dia gila. "Terkadang, muncul bisikan menyuruh saya berhenti saja dan perasaan bahwa saya tidak akan berhasil."
Ia membuang jauh perasaan tersebut. Suminah tetap ngotot karena didasari banyak alasan. Jika sebelumnya ia didasari kebutuhan, lambat laun dia mulai berpikir tentang membuka lapangan kerja, juga termasuk cara agar memajukan daerah Bengkulu. Sebisa mungkin dia memanfaatkan kelebihan Bengkulu di produknya.
Pelepah pisang dengan tekstur unik menjadi keunggulan. Butuh proses panjang untuk mendapatkan pelepah kering. "Saya sampai lupa, saking seringnya mencoba," terang Suminah soal berapa kali hingga dia berhasil. Ia mulai memotong, dijemur, direndam, sampai benar- benar kering. "Tapi faktanya masih lembab juga."
"Saya coba terus, sampai dikatakan tetangga tidak waras," ujarnya lagi. Sampai dia menemukan satu formula yang tepat. Cara pengeringan melalui oven menjadi andalan. Pertama kali mendesain dan pola sepatu hanya mengikuti pelatihan belum sekreatif sekarang.
Pemesan pertama datang dari kalangan ibu pejabat. Seiring mengikuti mode produknya mampu masuk ke pasar lebih luas. Semakin banyak pesanan semakin banyak merekrut karyawan. Cerdas ia memberdayakan ibu- ibu sekitar -yang menganggapnya gila dulu. Sebagian besar mereka menjadi pensuplai pelepah pisang.
Ada 10 orang warga ikut berbisnis dengannya mendapatkan penghasilan tambahan. Agar lebih mahir mereka diajak Suminah ke balai pelatihan ke Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo. Meskipun bahan baku masih rumit, masih harus mencari di pulau Jawa, untuk urusan pembuatan dan penyelesaian dilakukan sendiri.
"Saya sama sekali tidak takut bersaing, malah senang membantu orang," jelasnya tidak takut mengajari orang lain.
Sukses Suminah menari perhatian Bank BNI Syariah melirik. Ia pun diangkat menjadi Duta Mutiara Bangsa Berhasanah. Dia menjadi 13 wirausahawan unggulan dari 415 kandidat. Visinya semakin ke arah dimana ia mau menjadikan orang lain berwirausaha.
Sukses Suminah menembus pasar Eropa melalui reseller asal Spanyol. Karena merupakan produk ramah lingkungan maka laris manis. Walau bukan dia langsung memasarkan -dia bersyukur produknya dipakai di Eropa sana. Tidak mau lekas puas, kedatangan seorang bule ke Bengkulu disambutnya menjadi prospek kerja sama.
Ia menargetkan produknya akan masuk pasar Eropa lebih dalam. Agar menguatkan brand maka dia sudah merencanakan mematenkan sepatu pelepah pisang menjadi produk khususnya. Biar lebih mecing dengan pembeli luar negeri, Suminah berencana mengganti nama Mega Souvenir atau agaknya membuat satu nama khusus.
Suwarno, suami Suminah, memang mengakui kegigihan sang istri. Apalagi juga ditambah semangat pantang menyerah dan bekerja keras. Jadia keluarga benar- benar merasakan perbedaan signifikan. Suminah sendiri tidak berubah, tetap menjadi sosok bersyukur karena bisa membantu orang banyak.
"Anak- anak sekolah semua meskipun dia sendiri tidak bersekolah secara layak," ujar Suwarno.
Putra pertama pasangan ini sudah lulus Sarjana dan menjadi pegawai Bank. Putra keduanya tengah sibuk kuliah Sarjana. Dan putra ketiganya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Cita- cita Suminah adalah bisa menyekolahkan mereka kalau perlu sampai jenjang pendidikan S2.
0 comments:
Post a Comment