Profil Pengusaha Retno Astuti dan Suami
Pasangan suami istri ini dikenal sebagai pengusaha sukses. Keindahan hasil produk kayu milik mereka sudah dikenal sejak tahun 2013 silam. Awalnya mereka berbisnis menjual kebutuhan rumah tangga berbahan kayu. Kesini, usaha mereka meliputi membuat aneka pernak- pernik berbahan dasar limbah kayu.
Pasangan Retno Astuti (53) dan Heri Budianto (57) sudah berbisnis sejak tahun 1992. Heri sendir adalah seorang arsitek. Bermula dari banyaknya limbah kayu disekitar rumah mereka. Dimana Retno lantas minta pemilik pabrik buat limbah kayunya. "eh, dikasih. Ya, sudah kami berkreasi saja dengan kayu- kayu limbah itu."
Dari limbah kayu tersebut diubah menjadi aneka produk. Mulai produk tempat tisu, tempat pensil, gantungan kunci, gantungan pakaian, aneka souvenir, tempat sabun, sampai figura foto. Bahan mereka ya kayu bekas itu sendiri. Namun, paling menarik, ialah pasangan imenggunakan bahan kayu pinus tetapi bukan mudah loh.
Retno juga membuat garpu. Unik memang menjadi konsep bisnis mereka berdua. Retno lantas memasukan unsur wanita dengan aneka gambar bunga cantik ataupun buah- buahan. Ia suka gambar stroberi dan bunga matahari. Retno cukup melukiskan sendiri gambar tersebut menjadi anaka macam barang.
Untuk catnya cukuplah menggunkaan cat vernis biasa. Cuma masalah karena katu bekas maka terkadang ia mendapatkan potonga- potongan kecil. Awal- awal maka mereka cuma membuat barang kecil lalu lama- lama semakin besar.
Bisnis kreatif
Semakin lama usahanya semakin membesar. Dari cuma kotak- kotak kecil, bisnis mereka membuat seperti lemari, tempat tidur, meja, dan kursi kayu. Retno mulai melayani pesanan TK, ataupun buat permintaan dari pribadi. Agar tidak menganggu ekosistem Retno memilih membeli kayu dari PT. Perhutani, bukan kayu baru.
Walau telah dikenal bisnis GS4 Wood Craft tidak menarget luar negeri. Retno dan suami lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan lokal. Untuk pasar lokal saja sudah kwalahan dibuatnya. Mereka memproduksi untuk retail juga supermarket sejumlah kota di Indonesia.
"Sistemnya jual putus, saya tidak mau konsinyasi," tuturnya.
Karena belum berpengalaman jadi permintaan membludak. "...sampai 60 ribu pieces produk kerajinan kayu pinus," terang dia. Kalau ekspor kan kualitas barang lebih ketat haru sama kualitasnya. Memang ada harapan untuk berbisnis ke luar negeri tetapi belum.
Untuk sekarang Retno memilih menjual ke pasar lokal. Karena dari pasar lokal pun kwalahan karena terus berdatangan. Alasan kesulitan mengontrol kualitas namapknya masih menjadi alasan. Sekarang Retno tidak mau muluk- muluk. Tujuan utama mereka sekarang hanyalah bagaimana bisa menguliahkan anak- anak.
Lebih dari 20 tahun sudah bisnis mereka menarget pasar lokal. Faktor kualitas selalu ditingkatkanya. Apalagi tumbuh pesaing di usaha sejenis. Harga jual produk daur ulang mulai Rp.60.000 sampai Rp.125.000. Tidak termasuk produk kayu baru seperti lemari ataupun meja.
Workshopnya yang terletak di Jl.Gondosuli 4, Malang, atau Kota Malang, di Jl. Semeru 14, memenuhi pesanan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Palembang, Aceh, Bontan serta kota lain di Indonesia Timur. Ibu tiga anak ini sekarang sudah mulai ekspor ke Jamaika dan Singapura sejak 2003.
Untung dikantungi oleh bisnis GS4 Wood Craft sampai Rp.20- 25 juta per-bulan loh. Untung besar buat satu usaha yang bermuara dari bisnis mengolah limbah. Kini, keduanya tidak cuma dikenal sebagai pengrajin tapi juga pembuat mabel handal dari kayu sisa.
Ketika awal melihat daripada kayu dibuang percuma. Budi berpikir keras kenapa tidak kayu- kayu bekas disekitaran dimanfaatkan. Ia lantas meminta ijin ke pemilik pabrik, yang kebetulan temannya. Bolehkan dia membawa kayu bekas tersebut ke rumah. "Teman saya itu, memperbolehkan. Malah senang," kenang dia.
Pria berkacamata ini lantas membawa kayu tersebut ke sang istri. Tanggapan istri positif dan mulailah mereka berbagi tugas. Karena Budi merupakan arsitek, maka tugas dia adalah mendesain produk kecil- kecilan dulu. Sementara Retno bertugas untuk mewarnai dan menggambar. Keduanya bekerja sama sebagai pengusaha baru.
"Jadi, kami selalu berdua membuat hasil olahan kayu," tutur Retno. "Kalau tidak begitu, rasanya ada yang aneh dan hilang," imbuhnya tersenyum malu- malu.
Modal awal mereka berdua bisa dibilang nol. Karena mereka membawa dari sisa perusahaan mebel. Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka (Unmer) ini, juga meminjam peralatan dari kenalannya. Jadi semakin mengukuhkan usaha mereka bermodalkan nol rupiah.
"Kami juga tidak menyangka mendapatkan omzet sebesar ini," imbuh Budi. Memang berwirausaha tidak mengenal usia.
Contoh nyata ya pasangan suami istri Retno dan Budi. Dalam keterbatasan jangan berarti berhenti buat jadi kreatif. Siapa tau, nanti kamu bisa menghasilkan produk istimewa seperti usaha mereka. "Asal, usaha yang dikerjakan, benar- benar serius ditekuni." Jangan menyerah ketika penghalang datang seperti ketika mereka dulu.
Perlu kamu tau keduanya pernah hampir bangkrut. Tahun 1998, karena krisis moneter keduanya sempat mau bangkrut karena harga cat naik. Padahal orderan dengan harga awal ditetapkan dulu. Dengan rasa tidak menyerah membuat mereka bangkit. Maka disaat ekonomi aman seperi sekarang, mereka sudah siap sedia.
"Tidak berpengaruh, malah penjualan meningkat," tukas Retno. Dan ia dan suami menyarankan buat kalian para pemuda jangalah takut berwirausaha kelak.
Walau telah dikenal bisnis GS4 Wood Craft tidak menarget luar negeri. Retno dan suami lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan lokal. Untuk pasar lokal saja sudah kwalahan dibuatnya. Mereka memproduksi untuk retail juga supermarket sejumlah kota di Indonesia.
"Sistemnya jual putus, saya tidak mau konsinyasi," tuturnya.
Karena belum berpengalaman jadi permintaan membludak. "...sampai 60 ribu pieces produk kerajinan kayu pinus," terang dia. Kalau ekspor kan kualitas barang lebih ketat haru sama kualitasnya. Memang ada harapan untuk berbisnis ke luar negeri tetapi belum.
Untuk sekarang Retno memilih menjual ke pasar lokal. Karena dari pasar lokal pun kwalahan karena terus berdatangan. Alasan kesulitan mengontrol kualitas namapknya masih menjadi alasan. Sekarang Retno tidak mau muluk- muluk. Tujuan utama mereka sekarang hanyalah bagaimana bisa menguliahkan anak- anak.
Lebih dari 20 tahun sudah bisnis mereka menarget pasar lokal. Faktor kualitas selalu ditingkatkanya. Apalagi tumbuh pesaing di usaha sejenis. Harga jual produk daur ulang mulai Rp.60.000 sampai Rp.125.000. Tidak termasuk produk kayu baru seperti lemari ataupun meja.
Workshopnya yang terletak di Jl.Gondosuli 4, Malang, atau Kota Malang, di Jl. Semeru 14, memenuhi pesanan dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Palembang, Aceh, Bontan serta kota lain di Indonesia Timur. Ibu tiga anak ini sekarang sudah mulai ekspor ke Jamaika dan Singapura sejak 2003.
Untung dikantungi oleh bisnis GS4 Wood Craft sampai Rp.20- 25 juta per-bulan loh. Untung besar buat satu usaha yang bermuara dari bisnis mengolah limbah. Kini, keduanya tidak cuma dikenal sebagai pengrajin tapi juga pembuat mabel handal dari kayu sisa.
Berbagi tugas
Ketika awal melihat daripada kayu dibuang percuma. Budi berpikir keras kenapa tidak kayu- kayu bekas disekitaran dimanfaatkan. Ia lantas meminta ijin ke pemilik pabrik, yang kebetulan temannya. Bolehkan dia membawa kayu bekas tersebut ke rumah. "Teman saya itu, memperbolehkan. Malah senang," kenang dia.
Pria berkacamata ini lantas membawa kayu tersebut ke sang istri. Tanggapan istri positif dan mulailah mereka berbagi tugas. Karena Budi merupakan arsitek, maka tugas dia adalah mendesain produk kecil- kecilan dulu. Sementara Retno bertugas untuk mewarnai dan menggambar. Keduanya bekerja sama sebagai pengusaha baru.
"Jadi, kami selalu berdua membuat hasil olahan kayu," tutur Retno. "Kalau tidak begitu, rasanya ada yang aneh dan hilang," imbuhnya tersenyum malu- malu.
Modal awal mereka berdua bisa dibilang nol. Karena mereka membawa dari sisa perusahaan mebel. Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Merdeka (Unmer) ini, juga meminjam peralatan dari kenalannya. Jadi semakin mengukuhkan usaha mereka bermodalkan nol rupiah.
"Kami juga tidak menyangka mendapatkan omzet sebesar ini," imbuh Budi. Memang berwirausaha tidak mengenal usia.
Contoh nyata ya pasangan suami istri Retno dan Budi. Dalam keterbatasan jangan berarti berhenti buat jadi kreatif. Siapa tau, nanti kamu bisa menghasilkan produk istimewa seperti usaha mereka. "Asal, usaha yang dikerjakan, benar- benar serius ditekuni." Jangan menyerah ketika penghalang datang seperti ketika mereka dulu.
Perlu kamu tau keduanya pernah hampir bangkrut. Tahun 1998, karena krisis moneter keduanya sempat mau bangkrut karena harga cat naik. Padahal orderan dengan harga awal ditetapkan dulu. Dengan rasa tidak menyerah membuat mereka bangkit. Maka disaat ekonomi aman seperi sekarang, mereka sudah siap sedia.
"Tidak berpengaruh, malah penjualan meningkat," tukas Retno. Dan ia dan suami menyarankan buat kalian para pemuda jangalah takut berwirausaha kelak.
0 comments:
Post a Comment