Profil Pengusaha Edy Fakar Prasetyo
Sampah menjadi masalah sekaligus berkah. Pasalnya mereka dibuang seenaknya di jalan. Siapa mau ambil mereka maka gratis. Dan salah satunya yang ikut mengambil mereka adalah Edy Fakar Prasetyo. Mengambil jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Pengusaha muda satu ini terobsesi akan masalah sampah. Sisanya Edy terobsesi akan UKM. "Saya, inginya menulis skripsi tentang pembiayaan UKM," paparnya. Maka tidak heran jika dirinya menjadi pengusaha. Ia kebetulan termasuk pemerhati lingkungan.
Ia ingin merubah sampah menjadi berkah. Ditangan kreatifnya bungkus kopi, teh, dan sampah plastik lain, ia rubah menjadi gantungan kunci, dompet, dan yang terindah dompet wanita. Tahun 2013, dimulailah ide bisnis tentang merubah sampah di sekitaran lingkungan kampus, bagaimana ya agar sampah bisa dijual.
Lantas pemuda berkacamata ini menemukan konsep upcycle. Jika sampah plastik dibuang maka akan dia rubah menjadi barang jadi. Daripada dibuang ke sungai, terus mengalir ke laut, sampah plastik bisa- bisa merusak ekosistem kelautan. Karena kamu tau sampah bisa termakan ikan atau menghalangi sinar matahari.
Edy jujur tidak mudah. Uang modalnya memang cuma satu jutaan. Tetapi dia tidak berkembang sampai di tahun 2014. Setahun sudah Edy mencoba merintih usaha pengolahan sampah, hanya kok sepertinya gagal. Ia tidak berputus asa dan terus berjuang.
Masalah dianggapnya adalah bagaimana meyakinkan orang. Edy berusaha bagaimana meyakinkan sampah plastik dapat diolah menjadi bahan bernilai jual. Anak muda kelahiran September 1992 ini terus berusaha ya dengan terus mengedukasi serta memberikan contoh.
Bisnis fasion sampah
"Prosesnya tidak gampang, kita awalnya tidak mendapatkan antusias," ujar dia.
Akhirnya dia mampu mengajak ibu- ibu sekitar berkreasi. Dengan ketekunan mampu mengajak keluarga di sekitar kampus masuk. Bersama mereka mengerjakan bisnis fashion sosial mereka.
Mereka membayar warga Rp.50- 80 persaset. Tidak sedikit cuma mau diberikan produk karya Edy. Total ada 10 orang ibu membantu. "Kami tidak menyebutnya pegawai," tegasnya. Prinsip bisnis Edy ialah Women Empowering untuk menuhi pesanan datang. Edy juga memberdayakan mereka menjadi trainer ketika sukses.
Sukses ia mampu menciptakan produk fasion. Produk terkenalnya mulai dompet, tas, dan souvenir dengan corak menarik. Siapa menyangka bahwa produk tersebut dulunya plastik bekas kopi. Dalam sebulan dia mampu memproduksi 30 sampai 50 item. Untuk menembus pasar maka ia rajin mengikuti pameran selain toko online.
Tidak cuma di dalam negeri, tetapi produknya sudah sampai ke luar negeri. Melalui berbagai ajang pameran termasuk di Malaysia. Produk bernama Ebibag memiliki selera fasion. Maka tidak salah jika menjadi satu produk laris hingga memenangkan penghargaan juara tiga kategori sosial.
Omzetnya dibilang lumayan sampai jutaan. Edy tidak menyebut angka pasti. Tapi dia memberi sinyal angka 14 juta mampu dikantongi.
Mungkin karena pasarnya masih terbatas. Jadi meski Edy membuat tidak dalam jumlah banyak hasil dari penjualan tinggi. Edy sendiri lebih memilih mengedukasi dibanding sekedar untung. Salah satunya lewat satu program bernama Petaka atau Pemberdayaan Tenaga Kreatif. Dia mengedukasi lalu memberi bantuan dalam pemasaran.
Harga murah untuk souvenir yakni Rp.5000, sampai Rp.350 ribu buat tasnya ukuran besar. Untuk penjualan lewat toko online www.ebibag.com. Walaupun khan berjualan di luar negeri besar, prinsip edukasi yang ia tengah tonjolkan. Jadi dia memilih mengedukasi pasar dan memasarkan produknya di dalam negeri.
Ambil contoh ada seorang mahasiswa Belgia, tengah melakukan kegiatan musim panas, dan memborong banyak sekali buat dijual kembali. Pasar internasional diakui olehnya memang masih besar.
Bisnis komunitas
Dia tidak berorientasi bisnis semata. Buktinya mahasiswa semester 7 ini mengajak teman sekampus. Lewat satu program bernama Eco Business Indonesia (EBI). Komunitas bisnis kecil berbasis lingkungan. EBI ialah bisnis hijau atau green business dimana memiliki konsep sendiri. Mengusung tema 3P, yaitu People, Planet, dan Profit.
Penjabarannya People berarti berbisnis pemberdayaan manusia. Tidak ada namanya pegawai tetapi semua orang bekerja bersama. Planet sendiri berarti fokus pada kepedulian akan lingkungan. Bagaiman upaya yang besar berkontribusi akan pelestarian lingkungan. Upaya mengurangi limah plastik memperpanjang daya guna.
Melalui daya upcycle menjadi kerajinan tangan, dari tas aneka ukuran, dompet, soft case, dan masih banyak lain.
Kalau Profit apalagi kalau bukan menghasilkan komersialisasi. Bagaimana memutar roda bisnisnya melalui pengembangan pemberdaya luas. Tidak sekedar menghasilkan keuntungan sebesar- besarnya. Tapi juga satu sinergi dengan Planet dan Peoplenya. Bagaimana melestarikan lingkungan serta membedayakan manusia.
Edy sendiri aktif memfasilitasi pelatihan pengusaha. Lewat GEO atau Green Entrepreneur Organizer bagi mereka pengusaha muda bidang lingkungan. Menjadi wirausaha merupakan jati diri seorang Edy. Meski ini bukanlah usaha beruntung tinggi. Tetapi dia menyadari bisnis hijau merupakan sebuah bentuk sedekah lingkusngan.
Dulu, sejak bangku sekolah dasar, menjadi wirausaha merupakan hal biasa. Ia pernah menjual stiker ketika bersekolah dasar. Masuk SMP, Edy tidak malu menjual kopi dan gorengan di sekolah. Ketika masuki ke masa SMA dia menjadi penjual nasi uduk di kelas. Maka di SMA dirinya didaulat menjadi siswa berprestasi berwirausaha.
Anak kelima dari enam bersaudara sempat tidak ingin jadi pengusaha. Orang tua tidak mendukung secara finansial. Jadi lepas SMA dia berharap menjadi pegawai bergaji biasa. Apalagi menjadi wirausaha banyak ketidak pastian. Ditambah dia masih punya banyak saudara. Hidup Edy mencoba lebih realitis dikedepan hidup.
Masuk Ujian Nasional, Edy mulai ikut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Dia mengaku tidak memiliki persiapan khusus. Selepas lulus SMA, perlu kamu tau dia sudah bekerja dan berniat masuk kuliah sambil kerja. Jadi dia tidak punya waktu buat seleksi masuk perguruan tinggi; Edy sibuk kerja.
Dia tidak ikut bimbel. Mengakali keadaan maka Edy belajar dari teman yang ikut bimbel. Bermodal itulah ia berharap bisa lulus. Agar peluang makin besar maka dia mengambil jurusan yang jarang. Menurutnya jurusan itu sangat jarang dilirik mahasiswa. Tidak disangka dia diterima di UIN Jakarta.
Tahun 2012, dia menyabet juara Bank Indonesia Green Entrepreneur. Tahun sama menjadi juara Wirausaha Mapan diadakan oleh Pemkot DKI Jakarta. Dia juga masuk dalam finalis Social Entrepreneur Academy tahun 2014. Walapun sukses begitu masalah SDM dan modal menghantui kinerja usahanya.
"Secara teknik, kami masih butuh tenaga ahli," ujar dia. Edy bersama empat rekan bersama sibuk juga soal pelatihan ibu- ibu PKK. Hingga berdirilah E- bi Institute dan kaderisasi ISIS (istri sukses idaman suami). Ia mencetak ibu menjadi kaum kreatif berwirausaha mandiri.
Untuk hitungan masih belum gaji. Ia menyebut upah, atau insentif berupa produk sama bagi hasil. Nilainya 30:70 merupakan penghasil beberapa produk. "...kita tambah upah," ujarnya. Insentifnya tergantung pada hasil produksinya. Dengan sumber bahan baku banyak dan tidak jarang gratis, maka omzetnya berlipat.
Mungkin masalah utamanya diedukasi bagaimana menjual. Penjualan memanfaatkan Instagram dan Twitter yaitu @Ebi-bag. Kemudian ada website edukasi bernama www.menebarmanfaat.com. Hasil karyanya tidak cuma produk, termasuk edukasi hijau, praktik prakarya limbah, "per-bulan 2- 3 juta," imbuhnya.
"Fluktualif, pemasukan lebih besar dari edukasi, sekitar 60:40," ungkap dia. Masalah pertama dia hadapi yaitu mencari bungkus kopi dan SDM buat produksi.
0 comments:
Post a Comment