Profil Pengusaha Muhammad Munaji
Dia tidak punya rumus khusus berbisnis. Bahkan modal pun tidak punya. Tetapi hasilnya mengejutkan tidak cuma bagi pembaca kisahnya juga si pengusaha. Kadang pengusaha merencanakan sesuatu tetapi gagal pada endingnya.
Justru ketika tidak direncanakan justru sukses bisnis mereka. Salah satunya pengusaha bernama Muhammad Munaji, 34 tahun, merasakan berbisnis tanpa direncanakan seperti kebanyakan. Ini masih menjadi misteri bahkan bagi dirinya sendiri. Kenapa dia sukses dengan bisnis boneka Alfian Toys sejak 5 tahun lalu.
Boneka sendiri sudah lebih lama dibanding bisnis Alfian Toys. Dia bercerita pernah bekerja jadi karyawan pabrik boneka. Duni boneka sudah digeluti di pabrik boneka di daerah Bekasi sejak 1999. Bekerja keras sampai berhenti di tahun 2009.
Titik balik bisnis sejak itu dirasakan seketika tanpa perecanaan. Sebuah pabrik boneka asal Sentul, Bogor, datang menawari dia menjadi pemasok. Mereka meminta Munaji menjadi pemasok boneka buat mereka. Ia cuma diminta membuatkan boneka sesuai pesanan mereka.
Menakjubkan karena dia sama sekali tidak keluar modal. Justru mereka memberikan modal Munaji buat membeli bahan baku boneka dan berbisnis boneka sendiri. Bahkan mereka memberikan uang sewa tenpat usaha untuk dua tahun. Tentu syaratnya dia harus menyelesaikan pesanan khusus mereka.
Munaji takjub karena berbisnis tanpa modal. Hanya saja tidak begitu mudah menjalankan bisnis. Apalagi dia tergolong orang baru dalam pembuatan boneka. Alhasil tahun pertama usahanya lancar. Masuk ke 1,5 tahun kemudian pesanan menurun. Usaha bermodal uang orang tersebut mulai tampak mengkhawatirkan.
Aji, begitu dia akrab dipanggil, merasakan ketar- ketir akan nasib 15 karyawannya. Termasuk dirinya yang sama sekali belum berpengalaman soal pasang surut wirausaha. Ketika pesanan diluar permintaan pabrik tak lagi terasa. Waktu itu pabrik menawarkan agar usahanya dilebur jadi satu dengan pabrik mereka.
Ketika pesanan biasa menurun, pabrik yang dulu membantu Aji menawarkan bergabung. Dia menerima hal itu tetapi dengan syarat karyawanya ikut dimasukan. Tetapi pabrik menolak permintaan tersebut. Malangnya sewa tempat usaha miliknya hampir habis masa kontrak, dan disaat itupula pesanan dari pabrik menurun.
Dua tahun menjelang habis masa sewa pesanan menurun. Aji lebih kebingungan lagi. Kegalauan tersebut ia utarakan kepada istri apakah bisnis dilanjutkan atau tidak.
Ia khawatir jika pesanan naik turun tidak jelas akan berakhir tutup. Dia lantas memutar otak keras mencari informasi tempat penjualan boneka. Aji lantas menelisik Jakarta menjadi pasar. Dia mencari pembeli dengan frekuensi 2- 3 kali seminggu.
Nama- nama pasar terkenal di Jakarta seperti Pasar Gembrong, Pasar Pagi Mangga- Dua, sampai juga ke Tangerang diselusuri mencari pesanan. Calon konsumen cuma memesan sekitar 60 boneka per- bulan. Jika satu area pasar terdapat lima pedagang maka dia mendapat 300 pesanan.
Ia menjelaskan dengan 15 karyawan pesanan jadi dalam semalam. Sisanya mereka akan menganggur tidak mengerjakan apa- apa. "Sisanya terus karyawan mau ngapain. Terus terang bingung waktu itu," tutur Aji.
Dalam kegalauan itu, tiba- tiba seseorang menghubungi dia, dari Jakarta orang tersebut mendapat kontak dari pelanggan tetap Aji. Pesanan seribu bulan bonek sudah didepan mata. Ia yakin dengan pesanan segitu dia dapat bangkit. Untungnya bisa membayar gaji karyawan serta memutar modal kembali.
Eh ternyata, diluar dugaan, pembeli tersebut tidak memesan seribu tetapi sepuluh ribu. Terkejut, Aji merasa ragu apakah dia mampu. Bukan soal tenaga dia pikirkan tetapi bahan modal dibutuhkan. Ya dia tidak punya uang modal untuk membelikan bahan dulu. Aji merasa kelimpungan dan terpaksa mengakui kekurangan dia.
Aji mengaku kepada calon pelanggan itu: Dia tidak mempunyai modal yang dihitung bisa mencapai puluhan juta. Aji mengakut tidak punya modal membeli bahan. Selepas mengakui semua perasaan lega ditanggu Aji. Dan dia sudah pasrah jika pesanan 10 ribu tersebut dibatalkan. Keputusan maka ada ditangan si pemesan tersebut.
Seketika itu, sang pembeli mengeluarkan dompet, dikira orang tersebut mau memberikan dia cek dulu. Yah maksudnya biar bisa dapat dijadikan uang muka dulu lah. Aji mengira itu cek karena tidak mungkin cukup di dompet. Eh ternyata, dia malah mengeluarkan kartu nama, dengan enteng dia meminta Aji datang ke toko itu.
Alamat tertera merupakan tempat material boneka. Tanpa banyak omong calon pembeli itu berkata,"...ambil sesuai kebutuhan. Bilang dari saya." Aji ingat betul dia langsung berangkat ke sebuah toko di Bekasi. Cuma modal kartu nama dia mengambil bahan dari toko tersebut. Itulah titik balik bisnis Aji dalam kurun waktu 2011 -an.
Tempat itu lantas menjadi langganan Munaji sampai sekarang. Menurut dia pesanan masih naik- turun sampai tergantung pesanan. Rata- rata produksi sampai 5000 pcs per- bulan harga jual bervarian dari Rp.20 ribu sampai Rp.100 ribu. "Yang penting bisa menggaji karyawan dengan lancar," selorohnya.
Kedepan dia ingin memperkuat branding serta kualitas. Kini Aji tengah mengajukan standar nasional SNI ke pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional. Berharap bonek hasil Alfian Toys dapat menjadi bonek berkualitas nasional. Ia sadar bahwa isu mainan berstandar nasional SNI sudah sangat mendesak.
Ia ingin memberikan garansi kepada pembeli. Disisi lain dia sadar tanggung jawabnya kepada anak- anak. Ia mulai membangun sistem toko online. Segala upaya dilakukan pengusaha ini agar usahanya tetap bertahan dan berekpansi.
Titik balik bisnis sejak itu dirasakan seketika tanpa perecanaan. Sebuah pabrik boneka asal Sentul, Bogor, datang menawari dia menjadi pemasok. Mereka meminta Munaji menjadi pemasok boneka buat mereka. Ia cuma diminta membuatkan boneka sesuai pesanan mereka.
Menakjubkan karena dia sama sekali tidak keluar modal. Justru mereka memberikan modal Munaji buat membeli bahan baku boneka dan berbisnis boneka sendiri. Bahkan mereka memberikan uang sewa tenpat usaha untuk dua tahun. Tentu syaratnya dia harus menyelesaikan pesanan khusus mereka.
Munaji takjub karena berbisnis tanpa modal. Hanya saja tidak begitu mudah menjalankan bisnis. Apalagi dia tergolong orang baru dalam pembuatan boneka. Alhasil tahun pertama usahanya lancar. Masuk ke 1,5 tahun kemudian pesanan menurun. Usaha bermodal uang orang tersebut mulai tampak mengkhawatirkan.
Aji, begitu dia akrab dipanggil, merasakan ketar- ketir akan nasib 15 karyawannya. Termasuk dirinya yang sama sekali belum berpengalaman soal pasang surut wirausaha. Ketika pesanan diluar permintaan pabrik tak lagi terasa. Waktu itu pabrik menawarkan agar usahanya dilebur jadi satu dengan pabrik mereka.
Bisnis naik turun
Ketika pesanan biasa menurun, pabrik yang dulu membantu Aji menawarkan bergabung. Dia menerima hal itu tetapi dengan syarat karyawanya ikut dimasukan. Tetapi pabrik menolak permintaan tersebut. Malangnya sewa tempat usaha miliknya hampir habis masa kontrak, dan disaat itupula pesanan dari pabrik menurun.
Dua tahun menjelang habis masa sewa pesanan menurun. Aji lebih kebingungan lagi. Kegalauan tersebut ia utarakan kepada istri apakah bisnis dilanjutkan atau tidak.
Ia khawatir jika pesanan naik turun tidak jelas akan berakhir tutup. Dia lantas memutar otak keras mencari informasi tempat penjualan boneka. Aji lantas menelisik Jakarta menjadi pasar. Dia mencari pembeli dengan frekuensi 2- 3 kali seminggu.
Nama- nama pasar terkenal di Jakarta seperti Pasar Gembrong, Pasar Pagi Mangga- Dua, sampai juga ke Tangerang diselusuri mencari pesanan. Calon konsumen cuma memesan sekitar 60 boneka per- bulan. Jika satu area pasar terdapat lima pedagang maka dia mendapat 300 pesanan.
Ia menjelaskan dengan 15 karyawan pesanan jadi dalam semalam. Sisanya mereka akan menganggur tidak mengerjakan apa- apa. "Sisanya terus karyawan mau ngapain. Terus terang bingung waktu itu," tutur Aji.
Dalam kegalauan itu, tiba- tiba seseorang menghubungi dia, dari Jakarta orang tersebut mendapat kontak dari pelanggan tetap Aji. Pesanan seribu bulan bonek sudah didepan mata. Ia yakin dengan pesanan segitu dia dapat bangkit. Untungnya bisa membayar gaji karyawan serta memutar modal kembali.
Eh ternyata, diluar dugaan, pembeli tersebut tidak memesan seribu tetapi sepuluh ribu. Terkejut, Aji merasa ragu apakah dia mampu. Bukan soal tenaga dia pikirkan tetapi bahan modal dibutuhkan. Ya dia tidak punya uang modal untuk membelikan bahan dulu. Aji merasa kelimpungan dan terpaksa mengakui kekurangan dia.
Aji mengaku kepada calon pelanggan itu: Dia tidak mempunyai modal yang dihitung bisa mencapai puluhan juta. Aji mengakut tidak punya modal membeli bahan. Selepas mengakui semua perasaan lega ditanggu Aji. Dan dia sudah pasrah jika pesanan 10 ribu tersebut dibatalkan. Keputusan maka ada ditangan si pemesan tersebut.
Seketika itu, sang pembeli mengeluarkan dompet, dikira orang tersebut mau memberikan dia cek dulu. Yah maksudnya biar bisa dapat dijadikan uang muka dulu lah. Aji mengira itu cek karena tidak mungkin cukup di dompet. Eh ternyata, dia malah mengeluarkan kartu nama, dengan enteng dia meminta Aji datang ke toko itu.
Alamat tertera merupakan tempat material boneka. Tanpa banyak omong calon pembeli itu berkata,"...ambil sesuai kebutuhan. Bilang dari saya." Aji ingat betul dia langsung berangkat ke sebuah toko di Bekasi. Cuma modal kartu nama dia mengambil bahan dari toko tersebut. Itulah titik balik bisnis Aji dalam kurun waktu 2011 -an.
Tempat itu lantas menjadi langganan Munaji sampai sekarang. Menurut dia pesanan masih naik- turun sampai tergantung pesanan. Rata- rata produksi sampai 5000 pcs per- bulan harga jual bervarian dari Rp.20 ribu sampai Rp.100 ribu. "Yang penting bisa menggaji karyawan dengan lancar," selorohnya.
Kedepan dia ingin memperkuat branding serta kualitas. Kini Aji tengah mengajukan standar nasional SNI ke pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional. Berharap bonek hasil Alfian Toys dapat menjadi bonek berkualitas nasional. Ia sadar bahwa isu mainan berstandar nasional SNI sudah sangat mendesak.
Ia ingin memberikan garansi kepada pembeli. Disisi lain dia sadar tanggung jawabnya kepada anak- anak. Ia mulai membangun sistem toko online. Segala upaya dilakukan pengusaha ini agar usahanya tetap bertahan dan berekpansi.
0 comments:
Post a Comment