Profil Pengusaha Rizki Ananda
Namanya pengusaha memiliki jalannya sendiri. Tidak semua datang dari kesengajaan. Dimana kebanyakan nih datang karena "keterpaksaan". Ada istilah karena kepepet menjadi pengusaha sukses. Inilah kisah dari pemilik usaha lumpia Mas Miun. Alkisah dia kesulita biaya kuliah maka berusaha menjadi solusinya.
Dulu, waktu Ospek mahasiswa baru Universitas Padjajaran, entah kenapa pemuda bernama Rizki ini malah dipanggilnya Miun. Pembawa acara memanggil si miun naik ke panggung. Sejak saat itulah teman- teman kampus terbiasa memanggilnya begitu. Ia pun mengamini nama Mas Miun menjadi ikonik bagi dirinya.
Identitas tersebut lantas menjelma menjadi brand. Sebuah nama produk kuliner menjual lumpia basah. Dia masuk Unpad karena beasiswa mahasiswa kurang mampu, Bidikmisi. Maka kesimpulan orang pastilah dia bukan anak orang mampu. Menjadi sosok mandiri sudah biasa mengurangi beban orang tua adalah tujuan.
Dia langsung nyeplos agar orang tua tidak kirim uang lagi. Alasannya beasiswa sudah termasuk uang kos dan biaya kuliah. Sayangnya diluar prediksi bahkan sampai dia telat bayar kuliah. Tiga bulan uang dari beasiswa malah tidak cair. Pusing Rizki menghadapai masalah didepannya seketika.
Bisnis basah
Kepusingan tersebut membawa dilema besar. Apakah akan memberi tahu, atau tidak masalah yang dihadapi pemuda kelahiran 15 Oktober 1991 ini. Awalnya dia sangat senang karena dapat beasiswa. Tetapi kini, ia malah kepusingan karena tidak berjalan lancar.
Padahal setiap harinya ada saja pengeluaran sebagai mahasiswa. Disisi lain dia sadar bahwa ayahnya hanya seorang buruh dan ibunya cuma ibu rumah tangga biasa asal Sumedang. Ibunya terkadang ikutan kerja keras agar menambah biaya lagi.
Dia berpikir tidak mau membebani. Dia yang kalau di rumah akrab dipanggil Nanda, kemudian mendadak, nekat memilih membuka usaha sendiri. Dia iseng jualan gorengan ibu kos. Nanda menjajakan gorengan ke penjuru kampus. Lumayan lama dia jualan gorengan milik ibu kos.
Ketika jualan gorengan muncul ide tentang lumpia basah. Ide terbersit karena di Jatinangor makanan lumpia basah tengah digemari mahasiswa. Pangsa pasar dipikirnya masih belum sesak, terutama di daerah bernama Jatinangor. Seketika dia belajar bagaimana membuat lumpia basah lewat You Tube dan Google.
Agar beda dibanding lumpai lain: Nanda meracik lumpia basah aneka rasa. Dia membulatkan tekat menjadi pengusaha lumpia basah. Dana dibutuhkan kira- kira Rp.6 jutaan, digunakan guna membeli gerobak, bahan baku, aneka peralatan. Tetapi dia tidak memiliki dana cukup, yah jadinya memakai uang seadanya.
Dia memberanikan diri meminjam uang ke teman Rp.2 jutaan. Ditambah uang tabungan dari berjualan aneka gorengan Rp.2 juta. Kebutuhan kurang modalnya Rp.2 jutaan lagi. Ia nekat menego kepada pemilik gerobak agar dikurangi. Beruntung dia mendapatkan diskon dan mulai lah perjalanan seorang mahasiswa jualan.
Sialnya, ketika awal merintis usaha, eh... malahan dia bangkrut total! Hidup sebagai pengusaha sekaligus jadi mehasiswa susah ya. Telisik ternyata tidak cuma karena waktu luang. Rasa lumpia basah menurut pembeli tidak terlalu enak. Tekanan menghampirinya menguji mentalnya sebagai pengusaha agar sukses kelak.
Dia langsung banting stir menjadi pengusaha pakaian. Ia meminta waktu kepada temannya. Dari berjualan itu dia mendapatkan uang Rp.7 juta. Uang Rp.5 juta dijadikan modal kembali berbisnis. Sementara uang Rp2 juta dikembalikan ke temannya. Kemudian dia mulai mengevaluasi kesalahan dalam lumpia basah miliknya.
Bisnis pantang mundur
Dia mulai meracik bumbu yang cocok di lidah. Eksperimen kembali dilakukan dan akhirnya membuahkan hasil. Lumpia basah miliknya mulai mendapatkan pembeli. Lambat tetapi pasti, usahanya berkembang semua berkat lumpia basah seafood, sosis, spesial, baso,dsb.
Dari sebelumnya hanya memiliki satu gerobak. Dia memiliki 6 gerobak lain tersebar di Jatinangor. Promosi mulut ke mulut menjadi andalan Nanda. Tidak cukup, dia juga merambah dunia sosial media, melalu alat berupa aplikasi chatting merambah sampai ke Bandung. Dia pun mendapatkan tantangan dari lumpia lokal disana.
Namun rasanya berbeda memberikan varian. Justru menjadi kuliner favorit mahasiswa dan masyarakat. Ia membuat nama lumpia Mas Miun bergema di Bandung. Target memasuki kawasan pendidikan terbukti ampuh. Ia belajar dari pengalaman ketika berjualan di Jatinangor.
Salah satu gerobak miliknya terparkir di kawasan Fakultas Pertanian Unpad. Ia mengaku pendapatan dari usahanya per- 7 gerai pribadi mencapai Rp.40- 85 juta per- bulan. Kemudian ketika memutuskan membuka kemitraan, dari berjualan bumbu saja sudah untung Rp.20 jutaan.
"Saya buka pas libur panjang, jalan 3 bulan saya bangkrut karena modal banyak dibuat untuk membayar operator," jelasnya, meski sudah membuka cabang, tetap kegagalan tetap menghantui dan menguji mentalnya sebagai pengusaha.
Memiliki usaha berbasi waralaba bukan sembarangan. Dia terus belajar fokus mengembangkan manajemen sendiri. Yakni usaha berbasis kemitraan binaan. Dia juga bekerja sama dengan petani toge asal Cileles. Dia mendapatkan kiriman toge sampai 25kg setiap hari.
Selain sibuk menjadi pengusaha muda, mahasiswa Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, Universitas Padjajaran ini juga sibuk menjadi pembicara, motivator, pelatih wirausaha. Ia juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa berbentuk modal usaha. Program Jika Aku Menjadi Mas Miun sudah memiliki 30 kemitraan usaha.
Dari mereka pengusaha keripik, fashion, atau bisnis online binaanya. Uang Rp.300 ribu sampai Rp.3 jutaan diberikan sebagai modal usaha. Total hingga Rp.20 juta digelontorkan membantu pengusaha lain. Dia juga tidak memberikan sebagai pinjaman. Tetapi modal berputar buat dijadikan kesempatan orang lain berusaha.
Padahal setiap harinya ada saja pengeluaran sebagai mahasiswa. Disisi lain dia sadar bahwa ayahnya hanya seorang buruh dan ibunya cuma ibu rumah tangga biasa asal Sumedang. Ibunya terkadang ikutan kerja keras agar menambah biaya lagi.
Dia berpikir tidak mau membebani. Dia yang kalau di rumah akrab dipanggil Nanda, kemudian mendadak, nekat memilih membuka usaha sendiri. Dia iseng jualan gorengan ibu kos. Nanda menjajakan gorengan ke penjuru kampus. Lumayan lama dia jualan gorengan milik ibu kos.
Ketika jualan gorengan muncul ide tentang lumpia basah. Ide terbersit karena di Jatinangor makanan lumpia basah tengah digemari mahasiswa. Pangsa pasar dipikirnya masih belum sesak, terutama di daerah bernama Jatinangor. Seketika dia belajar bagaimana membuat lumpia basah lewat You Tube dan Google.
Agar beda dibanding lumpai lain: Nanda meracik lumpia basah aneka rasa. Dia membulatkan tekat menjadi pengusaha lumpia basah. Dana dibutuhkan kira- kira Rp.6 jutaan, digunakan guna membeli gerobak, bahan baku, aneka peralatan. Tetapi dia tidak memiliki dana cukup, yah jadinya memakai uang seadanya.
Dia memberanikan diri meminjam uang ke teman Rp.2 jutaan. Ditambah uang tabungan dari berjualan aneka gorengan Rp.2 juta. Kebutuhan kurang modalnya Rp.2 jutaan lagi. Ia nekat menego kepada pemilik gerobak agar dikurangi. Beruntung dia mendapatkan diskon dan mulai lah perjalanan seorang mahasiswa jualan.
Sialnya, ketika awal merintis usaha, eh... malahan dia bangkrut total! Hidup sebagai pengusaha sekaligus jadi mehasiswa susah ya. Telisik ternyata tidak cuma karena waktu luang. Rasa lumpia basah menurut pembeli tidak terlalu enak. Tekanan menghampirinya menguji mentalnya sebagai pengusaha agar sukses kelak.
Dia langsung banting stir menjadi pengusaha pakaian. Ia meminta waktu kepada temannya. Dari berjualan itu dia mendapatkan uang Rp.7 juta. Uang Rp.5 juta dijadikan modal kembali berbisnis. Sementara uang Rp2 juta dikembalikan ke temannya. Kemudian dia mulai mengevaluasi kesalahan dalam lumpia basah miliknya.
Bisnis pantang mundur
Dia mulai meracik bumbu yang cocok di lidah. Eksperimen kembali dilakukan dan akhirnya membuahkan hasil. Lumpia basah miliknya mulai mendapatkan pembeli. Lambat tetapi pasti, usahanya berkembang semua berkat lumpia basah seafood, sosis, spesial, baso,dsb.
Dari sebelumnya hanya memiliki satu gerobak. Dia memiliki 6 gerobak lain tersebar di Jatinangor. Promosi mulut ke mulut menjadi andalan Nanda. Tidak cukup, dia juga merambah dunia sosial media, melalu alat berupa aplikasi chatting merambah sampai ke Bandung. Dia pun mendapatkan tantangan dari lumpia lokal disana.
Namun rasanya berbeda memberikan varian. Justru menjadi kuliner favorit mahasiswa dan masyarakat. Ia membuat nama lumpia Mas Miun bergema di Bandung. Target memasuki kawasan pendidikan terbukti ampuh. Ia belajar dari pengalaman ketika berjualan di Jatinangor.
Salah satu gerobak miliknya terparkir di kawasan Fakultas Pertanian Unpad. Ia mengaku pendapatan dari usahanya per- 7 gerai pribadi mencapai Rp.40- 85 juta per- bulan. Kemudian ketika memutuskan membuka kemitraan, dari berjualan bumbu saja sudah untung Rp.20 jutaan.
"Saya buka pas libur panjang, jalan 3 bulan saya bangkrut karena modal banyak dibuat untuk membayar operator," jelasnya, meski sudah membuka cabang, tetap kegagalan tetap menghantui dan menguji mentalnya sebagai pengusaha.
Memiliki usaha berbasi waralaba bukan sembarangan. Dia terus belajar fokus mengembangkan manajemen sendiri. Yakni usaha berbasis kemitraan binaan. Dia juga bekerja sama dengan petani toge asal Cileles. Dia mendapatkan kiriman toge sampai 25kg setiap hari.
Selain sibuk menjadi pengusaha muda, mahasiswa Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, Universitas Padjajaran ini juga sibuk menjadi pembicara, motivator, pelatih wirausaha. Ia juga memberikan beasiswa bagi mahasiswa berbentuk modal usaha. Program Jika Aku Menjadi Mas Miun sudah memiliki 30 kemitraan usaha.
Dari mereka pengusaha keripik, fashion, atau bisnis online binaanya. Uang Rp.300 ribu sampai Rp.3 jutaan diberikan sebagai modal usaha. Total hingga Rp.20 juta digelontorkan membantu pengusaha lain. Dia juga tidak memberikan sebagai pinjaman. Tetapi modal berputar buat dijadikan kesempatan orang lain berusaha.
0 comments:
Post a Comment